Nuri Bayan [Electus roratus] merupakan salah satu jenis burung paruh bengkok yang terkenal kecerdikannya. Selain itu, burung ini spesial karena merupakan endemik dari Kepulauan Maluku dengan wilayah sebaran Indonesia bagian Timur (Beehler et al., 2001). Panjang tubuh Nuri Bayan umumnya berkisar antara 35-43 cm dengan berat tubuh berkisar antara 350-600 gram. Burung Nuri Bayan dapat bertahan hidup sampai dengan 15 tahun. Habitatnya di daerah tropis, umunya pada pepohonan tinggi dekat perairan. Untuk membedakan jenis jantan dengan betina sangatlah mudah, cukup perhatikan warna bulu dan paruhnya. Pada nuri jantan, paruhnya berwarna jingga dengan warna tubuh hijau, dan sayap merah yang disertai kebiruan pada tepi depannya. Sedangkan nuri betina memiliki paruh hitam dengan tubuh berwarna merah, dan bagian dada berwarna ungu. Warna ini berpengaruh dengan cara hidup mereka, di mana warna merah pada Nuri Bayan betina bertujuan untuk menandai kepemilikan lubang sarang. Sedangkan warna hijau pada Nuri Bayan jantan berfungsi untuk membantu mereka berkamuflase saat mencari makan untuk betina dan anaknya.
Burung Nuri Bayan termasuk ke dalam jenis hewan Ovipar, yaitu hewan yang berkembang biak dengan cara bertelur. Sekali bertelur, dapat menghasilkan 5 butir yang dierami dalam kurun waktu sekitar 15 minggu. Setelah menetas, induk akan fokus merawat anak, mulai dari memberi makan, menghangatkan (menyalurkan panas tubuh/brooding), dan melindungi dari serangan predator. Saat anak Nuri Bayan sudah bisa keluar dari sarang, ia akan dilatih untuk meloncat, terbang, hingga mencari makan. Kegiatan di luar sarang ini umumnya dilatih oleh induk jantan, sedangkan induk betina akan dipatuk dan diusir jika berusaha mendekat
Hal unik lainnya dari Nuri Bayan terletak pada perilaku betina yang tidak sesuai dengan sifat burung paruh bengkok. Umumnya, burung paruh bengkok bersifat monogami, yaitu hidup dengan satu pasangan. Akan tetapi, nuri bayan betina justru cenderung memiliki sifat poliandri, yaitu memiliki pasangan jantan lebih dari satu. Menurut Riset yang dilakukan oleh Robert Heinsohn di Journal of Avian Medicine and Surgery, perilaku poliandri ini dipicu oleh kurangnya lubang sarang. Akibatnya, pejantan Nuri Bayan harus merelakan untuk berbagi betina.